Penyidik Pidana Khusus Kejati NTB Telah Menetapkan Tiga Tersangka Dan Barang Bukti Dugaan Korupsi Tambang Pasir PT. AMG

"Tindak lanjut kasus perkara dugaan korupsi tambang pasir PT. Anugrah Mitra Graha (PT. AMG) Blok Dedalpak, Kabupaten Lombok Timur, NTB"

Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat telah melimpahkan tiga tersangka beserta barang bukti perkara dugaan korupsi kegiatan tambang pasir besi PT. Anugrah Mitra Graha (PT. AMG) di Blok Dedalpak, Kabupaten Lombok Timur, ke penuntut umum.

Menurut Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera menjelaskan, bahwa pelimpahan ini merupakan kegiatan tahap dua yang menandakan bahwa penyidikan telah tuntas.

"Jadi, tahap dua untuk ketiga tersangka dan barang bukti ke penuntut umum yang berlangsung hari ini kami laksanakan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap," ucap Efrien Saputera, Jumat (07/07/23) di Mataram.

Selanjutnya dirinya menyatakan, hal ini tindak lanjut dari pelaksanaan tahap dua, dan penuntut umum menitipkan penahanan terhadap ketiga tersangka di Lapas Kelas II A Mataram.

Dari hal ini menurut Efrien untuk kebutuhan persidangan, serta meyakinkan bahwa pihak penuntut umum dari kejaksaan kini sedang mempersiapkan kelengkapan formil materiil dakwaan.

"Kelengkapan formil materiil ini untuk kebutuhan pelimpahan perkara ketiganya ke pengadilan. Semoga dalam waktu dekat bisa disegerakan," katanya.

Adapun dalam pelimpahan tahap dua guna ketiga tersangka dan barang bukti dilaksanakan di Kantor Kejati NTB. Dan ketiganya hadir ke hadapan jaksa mulai pukul 10.00 Wita dengan pendampingan kuasa hukum.

Sementara itu untuk pemeriksaan kelengkapan berkas pelimpahan selesai sekitar pukul 12.00 Wita. Usai pemeriksaan, ketiganya langsung dibawa petugas kejaksaan ke Lapas Kelas II A Mataram yang berada di Kuripan, Kabupaten Lombok Barat. 

Rilisan Kerugian Negara•

Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat merilis kerugian negara yang muncul dalam perkara dugaan korupsi kegiatan tambang pasir besi PT. Anugrah Mitra Graha ( PT. AMG) di Blok Dedalpak, Kabupaten Lombok Timur senilai sekitar Rp 36 miliar.

"Indikasi kerugian negara dari perkara tambang pasir ini Rp 36 miliar lebih," kata Efrien lebih lanjut.

Adapun terkait asal angka pasti kerugian tersebut muncul, dan dia mengaku belum menerima informasi lengkap dari penyidik. Namun hanya memastikan bahwa nilai itu datang dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.

"Jadi, bagaimana hasil penghitungan itu muncul? nanti saja kita lihat di persidangan," ucapnya.

Kejati NTB merilis angka kerugian negara dari perkara tambang ini bertepatan dengan momentum pelimpahan tahap dua untuk ketiga tersangka dan barang bukti ke penuntut umum.

Perlu diketahui, bahwa dalam kasus korupsi tambang PT. AMG, penyidik telah menetapkan tiga tersangka, yakni Kepala Cabang PT. AMG Kabupaten Lombok Timur berinisial RA, Direktur PT. AMG berinisial PSW dan mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB berinisial ZA.

Dan penyidik menetapkan ketiganya sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Diketahui, PT AMG yang berkantor pusat di Jakarta Utara itu terungkap mengantongi legalitas izin penambangan pasir besi di Blok Dedalpak dengan luas lahan 1.348 hektare. Izin tersebut berlaku selama 15 tahun terhitung sejak 2011 hingga 2026.

Izin terbit berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lombok Timur Nomor: 2821/503/PPT.II/2011 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi Bahan Galian Pasir Besi dan Mineral Pengikut di Blok Dedalpak yang masuk dalam Kecamatan Pringgabaya dan Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.

Dan kasus tersebut terungkap adanya indikasi PT. AMG melakukan penambangan pada Blok Dedalpak tanpa mendapatkan persetujuan RKAB tahunan dari Kementerian ESDM. Aktivitas tambang demikian berlangsung dalam periode 2021 sampai dengan 2022.

Menurut aturan, persetujuan RKAB tersebut merupakan tiket bagi perusahaan tambang untuk beroperasi. Dalam aturan, ada ketetapan tarif iuran produksi atau royalti yang wajib disetorkan pihak perusahaan kepada pemerintah dalam setiap penjualan komoditas tambang.

Aturannya sesuai dengan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian ESDM.

Sementara itu dalam regulasi tersebut, pemerintah menetapkan tarif royalti untuk komoditas pasir besi sebesar 10 persen dari harga jual.

(Doc.arsip by MTM/DD/email/lind_media,070723)

Komentar

Postingan Populer