Kejari Surabaya Masih Selidiki Dunia Perbankan Yang Merugikan Negara 11,5 M

Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya masih menyelidiki dugaan korupsi perbankan yang ditaksir berpotensi merugikan negara sebesar Rp 11,5 miliar.

Dari hal tersebut, menurut Kepala Kejari Surabaya Aji Kalbu Pribadi mengatakan bahwa pihak kami masih dalam tahap pengumpulan data dan keterangan.

"Untuk itu kami belum menetapkan tersangka, dan masih penyelidikan tahap pengumpulan data dan keterangan," kata Aji Kalbu Pribadi usai memaparkan kinerja semester I tahun 2023 dalam rangkaian peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke- 63, Sabtu (22/07/23) di Surabaya.

Namun dari hal tersebut, apakah korupsi perbankan tersebut terkait kredit macet, Kajari Aji masih belum bersedia memaparkan.

"Kami belum bisa sampaikan secara detail dugaan korupsinya tapi potensi kerugian negaranya mencapai Rp 11,5 miliar," ucapnya. 

Demikian pun nama bank yang diselidiki juga masih dirahasiakan, dan Kajari Aji hanya menyebutnya sebagai bank pelat merah.

"Kita sebut bank pelat merah dulu. Nanti detailnya akan kami sampaikan kalau sudah menjadi konsumsi publik," ujarnya.

Adapun perlu diketahui, selama dua tahun terakhir, perkara tindak pidana korupsi perbankan di bank pelat merah bermunculan di kejaksaan wilayah Jawa Timur.

Sementara itu berdasarkan data Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim), sepanjang tahun 2022 menangani sebanyak 11 perkara korupsi perbankan yang telah dilakukan penuntutan, seluruhnya terkait kredit macet di bank badan usaha milik daerah provinsi setempat.

Pada semester I tahun 2023, selain yang saat ini sedang diselidiki Kejari Tanjung Perak Surabaya, Kejati Jatim telah masuk pada tahap penyidikan dua perkara korupsi kredit macet di Bank Negara Indonesia (BNI). 

Dan salah satunya di BNI Cabang Gresik, dan telah menetapkan tiga orang tersangka, dengan potensi kerugian negara senilai Rp 50,2 miliar. 

Sementara di sisi lain, menurut Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim Ardito Muwardi saat dikonfirmasi mengaku prihatin terhadap perkara tindak pidana korupsi dari kredit macet perbankan yang belakangan bermunculan.

Dari hal itu menurut Ardito Muwardi diperlukan kerja sama dan pemahaman dari pihak perbankan untuk lebih berhati-berhati dalam mencairkan permohonan kredit. 

"Saya rasa perlu ada sosialisasi sedemikian rupa sehingga ada pemahaman yang bulat terkait dengan analisa kredit dari para pemohon. Sehingga kasus kredit macet ini bisa berkurang atau mungkin tidak ada lagi," ucap penuturannya.

(Doc.arsip by MTM/DD/email/lind_media,220723)

Komentar

Postingan Populer