Penyidik Bareskrim Polri Telah Melimpahkan Para Tersangka Dan Barang Bukti Tahap II Perkara Dugaan Tindak Pidana Yayasan ACT Ke Kejaksaan Agung

Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Kejari Jakarta Selatan menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti atau tahap II perkara dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan di Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari Penyidik Bareskrim Polri, Rabu (26/10/22).

Sementara itu dari empat tersangka, hanya tiga tersangka yang dilakukan pelimpahan tahap II, yakni: Ibnu Khajar, Heriyana Hermain, dan Ahyudin. Yang kemudian, penahan ketiga tersangka tersebut dititipkan oleh kejaksaan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

“Bahwa tiga tersangka tersebut ditahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri selama 20 hari terhitung mulai tanggal 26 Oktober 2022 hingga 14 November 2022,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenhum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.

Selanjutnya dirinya menjelaskan, pokok perkara dugaan penggelapan atau penggelapan dalam jabatan di Yayasan ACT ini terjadi dalam rentang waktu tahun 2021-2022.

Dan perbuatan tindak pidana tersebut dilakukan Ahyudin selaku Ketua Pembina Yayasan ACT, Novariyadi Imam Akbari, dan Heriyana Hermain selaku anggota dewan serta Ibnu Khajar selaku pengurus.

Adapun untuk pelimpahan tahap II hari Rabu ini, baru tiga tersangka, sementara untuk satu tersangka atas nama Novariyadi Imam Akbari belum dilimpahkan.

Atas hal itu, penyidik Subdit V Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Ditipideksus) Bareskrim Polri Kombes Pol. Andri Sudarmadji mengatakan, bahwa pelimpahan satu tersangka menyusul setelah berkas perkara dilengkapi.

“Satu tersangka menyusul, ada yang perlu dilengkapi lagi,” kata Kombes Pol. Andri.

Lalu Andri menyebutkan lebih lanjut, bahwa pelimpahan tahap II untuk tersangka Novariyadi Imam Akbari menunggu informasi dari kejaksaan.

Sementara itu saat dihubungi secara terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Syarief Sulaiman Nahdi menyatakan, setelah pelimpahan tahap II, pihaknya langsung menyusun surat dakwaan untuk menyidangkan perkara para terdakwa.

“Kami segera menyusun surat dakwaan,” ucapnya.

Awal Terjadinya Kasus Perkara

Terjadinya kasus perkara berawal adanya kecelakaan Pesawat Lion Air JT-610 tanggal 18 Oktober 2018 yang diproduksi oleh Boeing. Lantas pihak Boeing memberikan dana BCIF kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat. Tetapi dana tidak dapat diterima secara tunai, namun diberikan dalam bentuk pembangunan atau proyek sarana pendidikan atau kesehatan.

Dan pihak Boeing meminta ahli waris menunjuk lembaga atau yayasan bertaraf internasional untuk menyalurkan dana BCIF tersebut. Dan masing-masing ahli waris mendapat dana sebesar 144.550 dolar AS atau senilai Rp2,066 miliar dari Boeing. Atas rekomendasi 69 ahli waris melalui seleksi pada tanggal 28 Januari 2021, ACT menerima pengiriman dana dari Boeing sebesar Rp138, 54 miliar.

Adapun dari dana BCIF yang semestinya dipakai mengerjakan proyek yang telah direkomendasikan oleh ahli waris korban kecelakaan Pesawat Boeing (maskapai penerbangan Lion Air) tidak digunakan seluruhnya. Tetapi hanya sebagian, dan dana tersebut malah dipakai untuk kepentingan yang bukan peruntukannya.

Sementara itu dalam pelaksanaannya. Penyaluran dana Boeing (BCIF) tersebut tak melibatkan para ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan proyek pembangunan dana Boeing (BCIF), dan pihak Yayasan ACT tidak memberitahukan kepada pihak ahli waris terhadap dana Boeing (BCIF) yang diterima dari pihak Boeing. Dari hal tersebut, diduga pengurus Yayasan ACT melakukan penggunaan dana tidak sesuai peruntukannya untuk kepentingan pribadi, yakni untuk pembayaran gaji dan fasilitas pribadi, operasional perusahaan, serta kegiatan lain di luar program Boeing.

Dan tersangka Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Heriyana telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp117,98 miliar untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air Pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari perusahaan Boeing sendiri.

Pelimpahan Status Empat Tersangka

Setelah pelimpahan, ke-4 tersangka berstatus terdakwa dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 372 KUHP dan Pasal 374 KUHP dan Pasal 45 a ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Dan para terdakwa tersebut dijerat pula dengan Pasal 170 juncto Pasal Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Pasal 3,4 dan 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencucian Uang, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.

(Doc.arsip by MTM/JM/email/lind_media,26-271022)

Komentar

Postingan Populer