Kejati Sulteng Menahan Satu Tersangka Dugaan Kasus Tipikor Proyek BPJN XIV Tahun 2018

"Tersangka kasus dugaan tipikor proyek BPJN XIV Tahun 2018 tengah memasuki mobil tahanan"
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Kejati Sulteng) menahan satu tersangka dugaan korupsi proyek jembatan pada Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XIV Sulawesi Tengah tahun anggaran 2018.

"Tersangka berinisial KB selaku Manajer Operasional PT. Srikandi Jawara Dunia, dan sudah ditahan di Rutan Kelas II Palu," kata Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng, Abdul Haris Kiay, Rabu (25/10/23) di Palu.

Kemudian Abdul Haris Kiay menerangkan, bahwa penahanan tersebut dilakukan berdasarkan surat perintah penahanan tingkat penyidikan Nomor : Print-03/P.2.5/Fd.1/10/2023 tanggal 25 Oktober 2023.

Adapun soal terkait paket pengerjaan badan jalan atau jembatan pada Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XIV tahun anggaran 2018 diduga merugikan keuangan negara senilai Rp 1,6 miliar.

"Penahanan terhadap KB dilakukan setelah penyidik melakukan pemeriksaan sebagai saksi mulai pukul 09.00 Wita sampai pukul 10.30 Wita, dilanjutkan pemeriksaan sebagai tersangka dari pukul 11.30 Wita sampai dengan 13.00 Wita pada Rabu (25 Oktober)," ucapnya.

Selanjutnya dirinya menambahkan, untuk penetapan sebagai tersangka setelah penyidik menemukan dua bukti permulaan yang cukup dalam penyidikan berdasarkan Sprindik nomor : PRINT- 04/P.2/Fd.1/10/2023 tanggal 10 Oktober 2023.

"Dan tersangka ditahan selama 20 hari ke depan sejak 25 Oktober sampai 13 November 2023" katanya.

Dan lebih lanjut Abdul Haris Kiay menyampaikan, bahwa pada penanganan perkara ini tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain dari pengembangan kasus tersebut.

"Paket proyek jalan di BPJN Sulteng dikerjakan PT. Srikandi beralamat di Kota Surabaya, Jawa Timur," ungkapnya.

Pekerjaan itu dilaksanakan pada tahun 2018, SPM Nomor 00143/185169/BPJNXIV/LS/2018 tertanggal 6 April, SP2D Nomor 180511302004023 tanggal 5 April dengan nomor Kontrak: HK.02.03-Bb.14.04./02 tertanggal 21 Maret.

Namun realitanya proyek itu tidak dikerjakan secara profesional, sehingga berakibat putus kontrak, selain itu uang muka senilai Rp 1,6 miliar yang diterima kontraktor pelaksana tak kunjung dikembalikan, terhitung enam tahun lamanya sejak 2018 hingga 2023.

"Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 7 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Abdul Haris Kiay menyampaikan.
(Doc.arsip by MTM/DD/email/lind_media,251023)

Komentar

Postingan Populer