Kejati NTT Telah Menyita Uang Rp 1,2 Miliar Hasil Dugaan Korupsi Pembangunan Persemaian Modern Tahap II

"Barang bukti hasil penyitaan uang hasil dugaan korupsi pembangunan persemaian modern tahap II"
Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) telah menyita uang sebesar Rp 1,2 miliar lebih sebagai barang bukti dalam kasus dugaan korupsi pembangunan persemaian modern tahap II tahun anggaran 2021 di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, yang merugikan negara sekitar Rp 10,5 miliar.

"Barang bukti berupa uang sebesar Rp 1,2 miliar lebih itu disita dari para tersangka kasus pembangunan persemaian modern di Labuan Bajo," kata Kepala Kejati NTT Hutama Wisnu, Kamis (12/10/23) di Kupang.

Adapun sebelumnya, Kejaksaan Tinggi NTT telah menyita uang sebesar Rp 662 juta dari empat tersangka dan terakhir melakukan penyitaan lagi berupa uang sebesar Rp 575 juta dari tersangka SS selaku konsultan pengawas, sehingga total dana korupsi yang disita mencapai Rp 1,2 miliar lebih.

Sementara itu, Kejati NTT yang didampingi Asisten Tindak Pidana Khusus Ridwan Sujana Angsar dan Asisten Intelijen Azbach mengatakan, bahwa penyidik masih terus melakukan pengembangan kasus korupsi pembangunan persemaian modern tahap II Tahun Anggaran 2021 di Labuan Bajo, yang menelan anggaran Rp 49 miliar lebih.

Dan selanjutnya dirinya mengungkapkan, selain melakukan penyitaan uang, penyidik juga akan melakukan penyitaan terhadap aset tidak bergerak milik salah satu tersangka yang berlokasi di Provinsi Lampung.

"Ada aset tanah dari tersangka yang akan disita penyidik Kejaksaan Tinggi NTT berlokasi di Lampung," jelasnya.

Perlu diketahui, bahwa kasus korupsi pembangunan persemaian moderen tahap II Tahun Anggaran  2021 di Labuan Bajo, penyidik Tindak Pidsus Kejati NTT telah melakukan penahanan terhadap para tersangka, yakni: AS selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) BPDAS,  BN selaku Direktur PT. Mitra Eclat Gunung Arta Bandar Lampung, Su selaku Direktur PT. Mitra Eclat Gunung Arta Bandar Lampung, Ha selaku Direktur Utama PT. Mitra Eclat Gunung Arta Bandar Lampung dan SS selaku konsultan pengawas.

Dari hal tersebut, Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati NTT Ridwan Sujana Angsar menerangkan, penyidik telah menemukan adanya persekongkolan yang dilakukan tersangka Su, YH sebagai Direktur PT. Mitra Eclat Gunung Arta (PT. Mega) Bandar Lampung bersama tersangka Ha sebagai Direktur Utama PT. Mitra Eclat Gunung Arta (PT. Mega) di Bandar Lampung, yakni apabila memenangkan tender maka kontrak akan diagungkan ke Bank Mandiri untuk mendapatkan kredit sebagai modal melaksanakan pekerjaan dengan jaminan harta milik tersangka Su.

"Sesuai hasil penyidikan terdapat kegiatan yang fiktif dan tidak dikerjakan oleh para tersangka serta adanya mark up harga dalam proyek itu," ucapnya.

Dan tersangka Putu SS selaku konsultan pengawas tidak melaksanakan pengawasan terhadap pekerjaan pembangunan persemaian modern di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat Tahap II tahun 2021.

Selain itu, tersangka terlibat dalam persekongkolan bersama tersangka Su dan tersangka AS untuk membuat berita acara serah terima sementara pekerjaan (PHO) fiktif, sehingga terjadi kerugian negara mencapai Rp 10,5 miliar.

"Bahkan dalam pelaksanaan ada yang fiktif karena pembangunan persemaian modern yang dilakukan di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat tidak dilakukan," kata Ridwan.

Berdasarkan hasil perhitungan ahli dari Politeknik Negeri Kupang terjadi kerugian negara, yaitu kekurangan pekerjaan fisik mencapai Rp 6,8 miliar, kekurangan pekerjaan mekanikal Rp 1 miliar lebih, denda keterlambatan Rp 1,9 miliar, pajak galian C Rp 834 juta lebih.
(Doc.arsip by MTM/DD/email/lind_media,121023)

Komentar

Postingan Populer