Tim Penyidik KPK Telah Menahan Tiga Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Lahan HGU PTPN XI

"Tiga tersangka dugaan korupsi kasus dugaan korupsi pengadaan lahan HGU PTPN XI tahun 2016"

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini, Senin (13/05/24) telah melakukan penahanan terhadap tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan 'Hak Guna Usaha' (HGU) oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) XI tahun 2016.

Ketiga tersangka tersebut yakni Direktur PTPN XI tahun 2016 Mochamad Cholidi (MC), Kepala Divisi Umum, Hukum dan Aset PTPN XI tahun 2016 Mochamad Khoiri (MK) dan Komisaris Utama PT. Kejayan Mas, Muhchin Karli (MHK).

"Untuk kebutuhan penyidikan, tim penyidik menahan para tersangka masing-masing selama 20 hari pertama tersangka MC dan MK ditahan terhitung mulai tanggal 13 Mei 2024 sampai 1 Juni 2024, sedangkan MHK terhitung mulai tanggal 8 Mei 2024 sampai 27 Mei 2024 di Rutan Cabang KPK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Senin (13/05/24) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selatan.

Dan Alex mengungkapkan, bahwa BPKP telah melakukan penghitungan kerugian keuangan negara akibat pengadaan lahan dimaksud dan menyatakan negara telah mengalami kerugian sebesar Rp 30,2 miliar .

Selanjutnya Alex Marwata mengatakan, untuk konstruksi perkara tersebut diduga bermula pada tahun 2016, saat itu Direktur PT. Kejayan Mas mengajukan surat penawaran lahan pada Direktur PTPN XI perihal penawaran lahan seluas 795.882 meter persegi atau oleh 79,5 Ha yang berada di Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan dengan harga Rp 125 ribu per meter persegi.

Atas penawaran tersebut, MC selaku Direktur PTPN XI memberikan persetujuan dan disposisi untuk segera ditindaklanjuti dengan memerintahkan MK menyusun draf SK Tim pembelian tanah untuk tanaman tebu sendiri PTPN XI.

Lalu  MC dan MK bersama dengan beberapa pegawai pabrik gula kemudian melakukan kunjungan langsung ke lokasi. Kunjungan tersebut diterima langsung MHK selaku Komisaris Utama PT. KM.

Namun dalam waktu singkat dan tanpa kajian mendalam soal kelayakan kondisi lahan, MC langsung memerintahkan MK untuk segera memproses dan menyiapkan pengajuan anggaran senilai Rp 150 miliar.

Selanjutnya MC, MK dan MHK menyepakati nilai harga Rp 120 ribu per meter persegi, padahal menurut keterangan kepala desa setempat nilai pasar lahan hanya berkisar Rp 35 ribu sampai Rp 50 ribu per meter persegi.

Atas perintah MC dan MK, dibuatlah dokumen fiktif berupa laporan akhir kajian kelayakan lahan calon lokasi budidaya tebu PG Kedawoeng sebagai salah satu kelengkapan dokumen pencairan pembayaran uang muka termasuk pelunasan yang ditujukan pada Divisi Keuangan PTPN XI.

Dari hasil pemeriksaan P2PK Kementerian Keuangan dan dikuatkan lagi dengan hasil kaji ulang litigasi oleh Dewan Penilai Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) dan hasil penilaian KJPP Sisco Cabang Surabaya, menyimpulkan dan menyatakan bahwa harga tersebut tidak wajar dan di mark-up.

Tetapi hal itu, MC juga diketahui tetap memaksakan dilakukan pembelian lahan, walaupun yang bersangkutan mengetahui fakta di lapangan bahwa kondisi lahan memang tidak layak untuk ditanami tebu karena faktor keterbatasan lereng, akses dan air.

Selain itu, KPK juga menerima informasi soal adanya uang sebesar Rp 1 miliar yang dibagikan MHK ke berbagai pihak yang ada di PTPN IX karena mendukung kelancaran proses transaksi.

Atas perbuatannya ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(Doc.arsip by MTM/DD/email/lind_media, 12130524)

Komentar