Aparat Kepolisian Resort Tulungagung Jatim Akan Memburu Buronan AEY Tersangka Korupsi PNPM Th.2010-2015

Aparat Kepolisian Resort Tulungagung, Jawa Timur memburu satu dari empat tersangka dugaan korupsi dana program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) Tahun 2010-2015, yakni AEY sejak status yang bersangkutan ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO).

"Kami sudah tetapkan statusnya sebagai DPO karena sudah tiga kali dipanggil (untuk diperiksa sebagai tersangka) namun selalu mangkir," kata Kasat Reskrim Polres Tulungagung AKP Agung Kurnia Putra, Kamis (18/05/23) di Tulungagung.

Adapun dari kasus tersebut, diduga telah merugikan keuangan negara senilai Rp 8 miliar, dan hingga kini terus dikembangkan lebih lanjut. Dari hal itu, setidaknya sudah ada tiga orang dijebloskan ke tahanan dengan status tersangka, karena polisi telah menemukan dua alat bukti.

Sementara itu hasil pelacakan kepolisian, AEY kini berada di luar negeri. Polisi juga telah mengirimkan surat disposisi cegah tangkal AEY ke Kantor Imigrasi. Status DPO AEY sudah dikeluarkan sejak 2020.

Dan informasinya, AEY kini berada di Singapura dan sudah mengubah penampilannya mirip laki-laki.

Perlu diketahui, peran AEY dan tiga tersangka lain yang semuanya perempuan adalah melakukan pemalsuan data bersama, kelompok fiktif yang diberi pinjaman. Dari hasil dari pemalsuan data tersebut dinikmati oleh ke empat tersangka. 

Adapun tiga dari empat tersangka dugaan korupsi dana bergulir (SPP & UEP) dalam PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2010-2015 Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung dijebloskan ke rumah tahanan, Senin (15/05).

Dari penahanan ketiga tersangka itu setelah dilakukan pelimpahan tahap dua perkara tersebut. Ketiga tersangka dimaksud berinisial MR, Y, dan FEN. Dan tinggal AEY yang masih buron (DPO).

Kronologi Modus
Adapun dari modus yang dilakukan para tersangka dengan mengajukan pinjaman 225 kelompok fiktif. Dalam pengajuan pinjaman, sebanyak 225 kelompok tersebut sebenarnya tak pernah mengajukan usulan pinjaman.

Dan hasil dari pinjaman fiktif itu disisihkan untuk mendanai kelompok yang mendapat bantuan tanpa melalui musyawarah khusus perguliran. Pembayaran dari kelompok yang tidak melalui musyawarah tersebut masuk ke kantong pribadi para tersangka.

Atas perbuatannya, tersangka melanggar sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1e Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Doc.arsip by MTM/DD/email/lind_media,190523)

Komentar

Postingan Populer