Dampak Krisis Pangan, Sorghum Alternatif Pengganti Gandum

Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022 hingga saat ini berkecamuknya perang dan berdampak terjadinya inflansi global diberbagai negara-negara belahan dunia, terutama negara berkembang dan miskin. Yang mengakibatkan ekspor biji-bijian Ukraina terhambat adanya blokade de-facto di Laut Hitam. 

Sementara itu dari hasil catatan PBB saat ini, sekitar 47 juta orang berada dalam kondisi kelaparan akibat krisis pangan. 

Padahal diketahui, Rusia dan Ukraina merupakan negara sama-sama produsen gandum, meski dari kedua negara tersebut bukanlah produsen gandum terbesar dunia. Tetapi keduanya memiliki kans dampak sangat berpengaruh (eksport-produsen) soal pangan tersebut.

Atas hal tersebut, negara-negara daerah di Asia Selatan (Asean Pasifik), Afrika sub-Sahara, dan termasuk Indonesia menumbuhkan dan meningkatkan sorghum. 

Ditengerai tanaman ini merupakan tanaman penghasil bahan pokok, dan serbaguna, yang dapat digunakan sebagai sumber pangan, pakan ternak dan bahan baku industri. Apalagi sorghum sebagai bahan pokok berada pada urutan ke-5 setelah gandum, jagung, padi, dan jelai. Disamping itu, sorghum merupakan makanan pokok sangat penting dan konsumsi alternatif untuk  atasi krisis pangan.

Dari hasil riset penelitian, Sorghum mengandung serat tidak larut air atau serat kasar dan serat pangan, yang masing-masing prosentasenya sebesar 6,5% - 7,9% dan 1,1% - 1,23%. Kandungan protein pun seimbang dengan jagung sebesar 10,11% sedangkan jagung sekitar 11,02%. Demikian pula dengan kandungan patinya sebesar 80,42% sedangkan kandungan pada jagung 79,95%. Hanya saja, yang membuat tepung sorghum sedikit peminat dikarenakan tidak adanya gluten seperti pada tepung terigu. Sehingga masyarakat indonesia sudah terlanjur larut dalam nikmatnya elasitisitas gandum dan/atau tingginya gluten, yang ada dalam membuat adonan roti dan mie menjadi elastis.

Meski sorghum dikenal tidak memiliki gluten, tetapi sorghum mempunyai manfaat yang lebih baik daripada tepung terigu, karena bebas gluten dan memiliki angka indeks glikemik yang rendah sehingga turut mendukung tren gerakan konsumen bebas gluten diet seperti di negara-negara maju.

Sorghum termasuk tanaman yang mudah dibudidayakan. Hal ini dikarenakan tanaman tersebut tidak membutuhkan biaya perawatan cukup tinggi, dan termasuk murah, serta mudah bisa ditanam secara tumpang sari dengan padi gogo, kedelai, kacang tanah, jati, tembakau ataupun ditanam dengan tanaman tunggal. Adapun dalam satu kali tanam, sorgum dapat dipanen lebih satu kali sehingga sorghum tergolong tanaman yang memiliki produktivitas yang tinggi, serta budidaya tanaman ini sangat luas dapat hidup mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi dengan iklim tropis-kering sampai iklim basah.

Sementara itu daerah pengembangan tanaman sorghum di Indonesia, budidaya pengembangannya cukup luas. Dan saat ini, daerah penghasil sorgum meliputi Jawa Tengah (Pati, Demak, Wonogiri, Grobogan), Yogyakarta (Gunung Kidul, Kulon Progo), Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo), dan sebagian daerah di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tanaman sorghum termasuk tanaman prioritas kedua untuk petani di Nusa Tenggara Timur setelah tanaman jagung, karena selain sorghum dapat ditanam pada lahan-lahan yang kurang menguntungkan, seperti memiliki curah hujan yang rendah, sistem pengairan yang terbatas, serta kondisi lahan yang tidak terlalu subur. Disampong itu tanaman sorgum juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

•Jenis Species Sorghum•

Diketahui, tanaman sorghum ternyata memiliki 30 jenis species yang tumbuh dan dibudidayakan diberbagai daerah belahan dunia, yakni antara lain: Sorghum almum, amplum, angustum, arundinaceum, bicolor (Cantel, durra, milo), brachypodum, bulbosum, burmahicum, controversum, drummondii, ecarinatum, exstans, grande, halepense, interjectum dan lainnya. 

Adapun dari tanaman tersebut menghasilkan biji-bijian yang bermanfaat dan berdaya untuk kebutuhan pokok pangan, produksi bahan makanan dan antisipasi; penanggulangan krisis pangan global. (Doc.arsip by MTM/email/lind_media,060722)

Komentar

Postingan Populer