Konstelasi Politik 2024: "Kipas-Kipas Angin Parpol Dalam Perpanjangan Jabatan Kades"

Oleh: MT Mudjaki

Terkait soal perpanjangan jabatan Kepala desa (Kades) dari hasil pengamatan dan penelitian menunjukan adanya indikasi kepentingan partai politik (Parpol). Dari hal tersebut terpolitisasi meruang keranah publik, dan berpengaruh masuk kedalam demensi konstelasi politik yang tak lepas kepentingannya jelang pemilu 2024. 

Perlu diketahui, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) mengakui, ada satu partai politik (parpol) yang selalu menggoda kepala desa (kades) agar meminta perpanjangan masa jabatan kades, dari enam tahun menjadi sembilan tahun. Parpol itu bergerak melancarkan godaannya sejak enam bulan lalu. 

Menurut Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Apdesi, Muhammad Asri Anas mengatakan, bahwa Apdesi sebenarnya fokus terhadap delapan isu dalam rencana revisi UU Desa. Dari delapan isu tersebut, perpanjangan masa jabatan tidak termasuk.  

Hanya saja, dalam enam bulan terakhir para kades justru banyak membahas isu perpanjangan jabatan. Ternyata hal itu terjadi karena ada godaan dari parpol.  

"Kami menganggap godaan dari mohon maaf ya saya sebut saja dari partai politik, politisi kepada teman-teman kepala desa bagaimana memperpanjang masa jabatan. Dan ini menurut kami agak tidak benar," kata Asri dalam sebuah diskusi daring, dikutip Kamis (26/01/2023). 

Lebih lanjut Asri mengatakan, isu perpanjangan masa jabatan kades ini digagas dan dilontarkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar. Halim merupakan ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dia adalah kakak dari ketua umum PKB sekaligus Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar. 

Dan Asri pun membantah argumentasi Mendes soal perpanjang masa jabatan ini. Mendes diketahui mengusulkan perpanjangan masa jabatan dengan alasan dua tahun awal kepemimpinan kades dihabiskan untuk mengurus perseteruan masyarakat akibat pilkades. Alhasil, selama dua tahun awal itu pembangunan desa tersendat.  

Dari hal itu menurutnya hanyalah alasan yang dibuat-buat saja oleh Mendes. Sebab, perseteruan akibat pilkdes tidak begitu masif karena calon kades maupun warga itu saling berkerabat dan bertemu setiap hari. 

"Bagi saya ini alasan politis saja untuk menggoda kepala desa jelang Pemilu 2024," ucapnya. 

Kemudian dirinya lantas menyorot munculnya sejumlah video testimoni dari para kades yang mengucapkan terima kasih kepada PKB karena sudah mendukung rencana perpanjangan masa jabatan kades. Dan Asri meyakini, video itu dibuat atas permintaan PKB.  

"Saya mengecam parpol PKB yang meminta perangkat-perangkat desa untuk membuat video ucapan terima kasih karena sudah menyuarakan masa jabatan sembilan tahun. Sudahlah, harusnya kita jangan mempolitisasi desa, jadi makin kacau ini," ujarnya.  

Berdasarkan arsip (catatan) yang dilansir dari berbagai media, bahwa isu perpanjangan masa jabatan kades ini memang dilontarkan pertama kali oleh Mendes Halim Iskandar, Yang sampaikan rencana tersebut ketika bertemu kepala desa se-Jawa Tengah dan Yogyakarta di Sleman, DIY pada pertengahan November 2022 lalu. Dalam pertemuan itu, Muhaimin Iskandar menyatakan mendukung rencana tersebut dan akan mengupayakannya lewat revisi UU Desa di parlemen.  

Rencana tersebut baru menjadi perhatian publik seusai ratusan kades menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, pada Selasa (17/01/2023) lalu. Dan mereka menuntut perpanjangan masa jabatan kades dari enam tahun menjadi sembilan tahun lewat revisi UU Desa.  

Sementara itu di sisi lain, yakni dari "Peneliti Riset Politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)" Profesor Siti Zuhro menilai, memang ada kepentingan partai politik di balik rencana perpanjangan masa jabatan kades ini. Kepentingan parpol tentu untuk pemenangan Pemilu 2024.  

"Hal ini ujung-ujungnya kepentingan parpol. Kepentingan parpol adalah bagaimana Pemilu 2024 pokoke menang," kata Siti Zuhro kepada wartawan di Jakarta, Selasa (24/01/2023).  

Dari hal tersebut, dirinya menyesalkan langkah parpol yang berupaya menarik kades ke ranah politik elektoral demi memenangkan pemilu. Sebab, hal ini akan merusak tatanan desa dan menghancurkan visi 'membangun dari desa'. 

"Intrusi politik seperti ini namanya politisasi desa," ucap penyampaiannya. 

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas, menurut sudut pandang (presfektif) olah pemikiran dan analisa saya simpulkan, bahwa hal ini merupakan sebuah skema yang dapat berpengaruh hingga merubah tata aturan sistem demokrasi tentang pemilihan kepala desa (Pilkades) dan juga masa jabatan yang selama ini telah berlaku; ditetapkan. Disamping itu, bisa jadi sebuah bagian dari strategi taktik (Strata) timbal balik (feedback) kepentingan jelang-pasca politik 2024.

(Doc.arsip, 2106270123)

Komentar

Postingan Populer