Dakwaan Jaksa KPK: "Mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makasar Adhi Pramono Telah Menerima Gratifikasi Senilai Rp 50,2 Miliar, 264,500 Dolar AS & 409 Ribu Dolar Singapura"

"Mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makasar Adhi Pramono, tersangka kasus tipikor gratifikasi dan TPPU"
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono telah menerima gratifikasi senilai lebih dari Rp 50,2 milar.

Adapun besarannya dakwaan rim Jaksa menurut Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi mengungkapkan senilai Rp 50,2 Miliar, 264,500 dolar AS dan 409 ribu dolar Singapura.

"Besaran penerimaan gratifikasi yang didakwakan rim Jaksa senilai Rp 50,2 Miliar, 264,500 dolar AS serta 409 ribu dolar Singapura," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (16/11/23) di Jakarta.

Lebih lanjut Ali Fikri menjelaskan, bahwa Jaksa KPK, Bagus Dwi Arianto telah selesai melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan dengan terdakwa Andhi Pramono ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari Rabu (15/11/23).

Dengan rampungnya pelimpahan tersebut, kewenangan penahanan kini beralih menjadi wewenang Pengadilan Tipikor. Sedangkan jadwal sidang perdana untuk pembacaan surat dakwaan masih menunggu penetapan majelis hakim.

Dan sebelumnya, pada tanggal 7 Juli 2023 lalu, KPK telah menahan Andhi Pramono sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU.

Tersangka Andhi Pramono diduga memanfaatkan jabatannya untuk menjadi makelar, memfasilitasi pengusaha, dan menerima gratifikasi sebagai balas jasa.

Sebagai broker, tersangka Andhi Pramono diduga menghubungkan antarimportir untuk mencarikan logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia, di antaranya menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, dan Kamboja.

Dari rekomendasi dan tindakan yang dilakukannya, tersangka Andhi diduga menerima imbalan sejumlah uang sebagai bentuk bayaran atau fee.

Adapun rekomendasi yang dibuat dan disampaikan tersangka Andhi Pramono tersebut diduga menyalahi aturan kepabeanan, termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor dan impor diduga tidak berkompeten.

Dan siasat tersangka Andhi menerima bayaran, yakni salah satunya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan.

Dari penerimaan gratifikasi tersebut, diduga terjadi pada rentang waktu 2012-2022, di mana saat itu Andhi menduduki beberapa posisi, mulai dari sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) hingga pejabat eselon III di Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, dengan posisi terakhirnya sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Makassar, Sulawesi Selatan.

Dugaan penerimaan gratifikasi oleh tersangka Andhi Pramono ini hingga kini tercatat senilai sekitar Rp 28 miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut.

Sementara itu, uang hasil korupsi tersebut diduga digunakan tersangka Andhi untuk belanja keperluan pribadi dan keluarganya.

Dan selanjutnya, dalam kurun waktu tahun 2021 dan 2022, Andhi Pramono diduga melakukan pembelian berlian senilai Rp 652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp 1 miliar, dan juga pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan, senilai Rp 20 miliar.

Atas perbuatannya, Andhi Pramono dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Disamping itu juga disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
(Doc.arsip by MTM/DD/email/lind_media, 161123)

Komentar

Postingan Populer