Terima Suap Rp 4,98 Miliar, Bupati Labuhanbatu nonaktif, Erik Edtrada Ritonga (ERT) Dijatuhi Vonis 6 Tahun Penjara

"Terdakwa Bupati Labuhanbatu nonaktif, Erik Adtrada Ritonga (ERT) saat dijatuhi vonis oleh Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Medan, Prov. Sumut"

Majelis hakim Pengadilan 'Tindak pidana korupsi' (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Medan, Provinsi Sumatera Utara, telah menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada terdakwa Bupati Labuhanbatu nonaktif Erik Adtrada Ritonga. Hal ini dkarenakan terdakwa terbukti menerima suap pengamanan proyek sebesar Rp 4,98 miliar.

"Dengan ini menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Erik Adtrada Ritonga dengan pidana penjara selama 6 tahun penjara," kata Hakim Ketua As'ad Rahim Lubis, Rabu (25/09/24) di Pengadilan Tipikor PN Medan, Prov. Sumut.

Lebih lanjut Majelis hakim mengatakan, bahwa terdakwa Erik Adtrada Ritonga terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai dengan dakwaan primer.

Selain penjara, hakim juga menghukum terdakwa Bupati Labuhanbatu nonaktif wajib membayar denda sebesar Rp 300 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. 

"Dan terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif kesatu," ucap Majelis hakim menjelaskan.

Dari hal tersebut, Majelis hakim menyatakan dalam fakta-fakta di persidangan, bahwa terdakwa Erik Adtrada Ritonga telah menikmati uang dari perbuatan suap tersebut sebesar Rp 1,7 miliar. 

Adapun besaran uang yang telah dinikmati tersebut, Majelis hakim membebankan pada terdakwa Bupati Labuhanbatu nonaktif untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 368 juta.

Dari hal itu mengingat uang lebih dari Rp 1,33 miliar telah disita dan dirampas untuk negara oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti itu," kata Hakim Ketua As'ad.

Selanjutnya hakim menegaskan, apabila harta benda terdakwa Erik Adtrada Ritonga juga tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti tersebut, diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun. 

"Dan menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak politik untuk dipilih sebagai anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota selama 3 tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman," ucap Hakim Ketua As’ad tegas.

Sementara itu, hal-hal yang memberatkan, bahwa perbuatan terdakwa Erik Adtrada Ritonga karena tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, dan terdakwa sebagai bupati tidak memberikan suri teladan yang baik kepada masyarakat.

Disamping itu, perbuatan terdakwa Erik Adtrada Ritonga telah menghambat kemajuan pembangunan di Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu.

"Adapun hal-hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan selama menjalani persidangan, dan terdakwa menderita sakit stroke iskemik," katanya.

Setelah membacakan putusannya, Hakim Ketua As'ad Rahim Lubis memberikan waktu 7 hari kepada terdakwa Erik maupun JPU KPK untuk menyatakan apakah mengajukan banding atau menerima vonis tersebut.

Vonis itu sama (conform) dengan tuntutan JPU KPK sebelumnya menuntut terdakwa Erik dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

Perlu diketahui, bahwa pada tanggal 11 Januari 2024 Bupati Labuhanbatu nonaktif Erik Adtrada Ritonga terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.

(Doc.arsip by MTM/email/lind_media,25w60924)

Komentar