Riset Studi Kasus Hukum, Standarisasi Penanganan Dan Implikasi; Dampaknya
Oleh: MT Mudjaki
Terkait hal penerapan, penanganan, keputusan hingga penetapan dalam persidangan pengadilan hukum. Banyak terjadi berbagai kasus hukum dan ketimpangannya, baik itu perdata maupun pidana. Dan bahkan belum sepenuhnya tertangani secara maksimal, terutama menyangkut estetika hukum, konseptualitas prinsip, tata aturan dan terapannya hingga penalaran terhadap putusan. Oleh karena itu, perlu adanya riset studi kasus hukum. Yang mana dari hal tersebut sebagai upaya bahan kajian, penelitian, menganalisis dan mengevaluasi kasus hukum secara komperhensif, kredibel, mendalam dan terukur. Agar titik kesimpulannya dapat memahami dan menerima penerapan hukum, penalaran hakim dan implikasi; dampaknya terhadap keputusan. Selain itu, dapat memenuhi keadilan substantif dan prosedural.
Apalagi kita ketahui, bahwa riset studi kasus hukum tidak terlepas dari suatu langkah-langkah mulai dari penentuan kasus, pengumpulan data hasil wawancara, dokumen, observasi, kajian dan analisis hingga penyusunan laporan akhir.
Lantas, apa tujuan dari riset studi kasus hukum?
Tujuan dari riset studi kasus ada beberapa hal, yakni meliputi:
- Menganalisis dan mengevaluasi putusan pengadilan, yakni dengan menganalisis penalaran, argumentasi, dan alasan maupun pertimbangan yang digunakan hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.
- Membantu pemahaman dan mengungkap bagaimana hakim memaknai hukum positif dan konkret dalam suatu kasus.
- Menilai keadilan apakah putusan sesuai dan sudah mencapai keadilan substantif dan prosedural, baik terkait isi maupun proses.
- Memahami dan mendalami suatu kasus hukum secara komprehensif, detail, akuntabel dan kompleks.
- Mendeskripsikan kesimpulan secara teliti, spesifik dan akurat.
- Guna sebagai pembelajaran edukatif dan memperkaya ilmu pengetahuan hukum bagi masyarakat umum dan akademisi, baik secara teoritis dan praktis.
- Menjadi dasar pemikiran dan nilai-nilai pendidikan untuk pengembangan teori maupun kebijakan hukum.
- Membantu sebagai jalan solusi yang tepat dan efektif untuk masalah hukum yang kompleks serta mendasar dalam membuat keputusan yang akurat.
- Menguji, menjelaskan, memverifikasi dan/atau membantah hipotesis yang telah dirumuskan dan diteliti sebelumnya.
Adapun untuk melakukan riset studi kasus hukum diperlukan langkah-langkah metodologi seperti penentuan topik dan masalah, pengumpulan fakta, analisis dan literatur hingga penulisan kesimpulan dan rekomendasi.
Dari langkah-langkah metodologi tersebut, diawali suatu proses dengan pemahaman yang mendalam atas peristiwanya, fakta kasus, identifikasi masalah hukum yang relevan dan komprehensif. Dengan pendukungan analisis data, serta penyusunan laporan akhir secara terarah dan terstruktur. Namun, jika dan apabila dalam putusan pengadilan tertentu terjadi suatu fenomena hukum tidak relevan, unik dan tidak sesuai koridor hukum itu sendiri. Maka berpotensi untuk dianalisis secara spesifik dan mendalam. Dengan memadukan data fakta hukum yang disesuaikan dan/atau selaras atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
•Jenis Bahan Data Dalam Riset Studi Kasus Hukum
Sementara itu guna sebagai pendukung, pegangan dan penguatan dalam riset studi hukum, tentunya terlepas adanya bahan data. Adapun untuk hal tersebut, ada jenis bahan data dalam studi kasus hukum dibagi menjadi tiga (3) hal, yakni:
1. Bahan data hukum primer;
2. Bahan data hukum sekunder;
3. Bahan data tersier
Dari ke-3 bahan data hukum tersebut diatas, maka saya coba untuk menjabar uraikan sebagai berikut:
- Bahan data hukum primer merupakan suatu peraturan Perundang-undangan yang mendasar, spesifik dan/atau relevan yang secara langsung dan/atau berhubungan dengan kasus, seperti: Undang-Undang Dasar (UUD), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Undang-undang spesifik lainnya.
- Bahan data hukum sekunder merupakan literatur hukum yang membahas topik terkait kasus, seperti: buku, tulisan karya ilmiah analisis peraturan dan teori hukum maupun jurnal.
- Bahan data hukum tersier merupakan bahan sumber pendukung, seperti: majalah ilmiah, koran/website berita hukum hingga artikel opini dari pakar hukum.
•Standarisasi Penanganan Dan Implikasi; Dampaknya
Di setiap instansi (lembaga) penegak hukum dalam penanganan kasus pidana maupun perdata. Senantiasa berpegang dasar keutamaan pada prinsip-prinsip “Prosedur Operasional Standar (SOP)”. Dengan mengedepankan supremasi hukum keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Selain itu, berlandaskan peraturan perundang-undangan, seperti: Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-Undang Acara Perdata (KUHPerdata) dan Undang-Undang spesifik lainnya.
Perlu diketahui dan untuk lebih jelasnya terkait standarisasi penanganan hukum yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip SOP, yakni:
- Supremasi Hukum Keadilan. Yang mana semua tindakan, baik oleh pemerintah maupun warga negara, harus didasari oleh hukum yang berlaku dan/atau telah ditetapkan. Dengan mengedepankan rasa keadilan, tidak keberpihakan dan tidak diskriminatif.
- Persamaan Dihadapan Hukum, yakni: setiap individu mempunyai kedudukan yang sama dan berhak atas perlakuan yang sama tanpa kecuali.
- Kepastian Hukum. Yang mana proses hukum harus berjalan sesuai koridor, prosedur yang jelas serta dapat diprediksi.
- Keadilan Dan Ketidakberpihakan. Yang mana dalam proses peradilan dapat dilaksanakan secara teratur, adil dan tidak memihak serta netral.
- Perlindungan HAM, yakni: bahwa hak-hak tersangka, terdakwa, saksi, dan korban harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi selama proses hukum berlangsung.
- Transparansi Dan Akuntabilitas. Yang mana dalam artian, bahwa proses penanganan kasus hukum harus transparan, terbuka, dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan dihadapan publik.
Dari hal yang terurai tersebut diatas, jika dan apabila dalam standarisasi penanganan hukum tidak sesuai SOP. Maka dapat berimplikasi; dampak yang terjadi adalah konsekuensi hukum tidak bersesuaian penerapan, penanganan dan keputusan. Serta menjadikan akses ketidakpatuhan terhadap suatu SOP hukum itu sendiri. Bahkan berpotensi inkonsistensi, tidak profesional dan tidak jelas. Disamping itu dapat menimbulkan adanya ketidakpastian hukum yang meliputi akuntabilitas, transparansi, kepercayaan hingga kualitas layanan hukum.
Dan akumulasi kesimpulannya: efisiensi, produktifitas dan fleksibilitas standarisasi penanganan hukum akan menurun, tidak efektif, timbul penyimpangan, tumpang tindih dan berpeluang terjadi pelanggaran-pelanggaran.
•(Doc.arsip, 21221125)


Komentar
Posting Komentar